 |
| gejala dan pencegahan COVID 19 |
Kondisi masih rawan tetapi banyak ya yang tidak percaya adanya COVID. Di daerahku, lebih banyak warga yang menyepelekan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah daripada yang menaatinya. Orang-orang di jalan tidak menggunakan masker dan berkerumun. Menyedihkan ya? Dokter, perawat dan pegawai Nakes yang telah berjuang menyembuhkan yang sakit pasti lebih ngenes dari yang aku rasakan. Aku percaya virus ini benar-benar ada, terlebih lagi ketika salah seorang sahabatku, Mbak Yuli terpapar virusnya. Sudah lama sekali kami tidak bertemu, tapi aku masih sering berkomunikasi dengannya. Kami tidak tinggal di satu kota, aku di Sleman, Mbak Yuli di Semarang.
Awalnya, waktu aku pergi menjenguk bapak ibu mertuaku di Ungaran, malam harinya, aku pergi bersama sahabatku juga, Mbak Yusi yang juga teman Mbak Yuli, mampir ke warung bakmi milik teman kami, Mas Toto. Tersirat ingin juga mengajak Mbak Yuli bersama kami. Tapi aku ragu karena jarak rumahnya dengan warung bakmi agak jauh. Akhirnya aku urungkan niat mengajak Mbak Yuli. Sepulang dari pertemuan itu, aku mengirim foto kami bertiga ke nomer WA Mbak Yuli. Tak ada sedikit pun firasat bahwa dia sedang sakit. Maafkan aku ya ...
Mbak Yuli membalas WA-ku baru keesokan harinya. Dia menanyakan kabar teman-teman tetapi juga mengabarkan kalau dia sudah seminggu demam, panas badannya sampai 39 derajat celcius. Awalnya aku pikir hanya sakit biasa. Tetapi sakitnya disertai mual yang terus menerus. Biasanya itu karena asam lambungnya yang tinggi. Kusarankan beberapa obat yang pernah aku konsumsi jika asam lambung sedang naik.
Tiap pagi aku selalu menanyakan kondisinya. Kadang sampai menangis dia merasakan mualnya. Kalau sedang kesakitan, sempat berpikir untuk pergi ke Rumah Sakit. Tapi takut, karena kondisi di Rumah Sakit juga pasti tidak senyaman seperti sebelum ada wabah COVID 19 ini.
Hari demi hari Mbak Yuli menguatkan dirinya dari rasa sakit dan mual yang amat sangat. Dokter yang dia kunjungi belum memberikan analisa tentang sakitnya. Test laboratoriumnya juga hasilnya bagus semua. Bukan Thypus, bukan juga Demam Berdarah.
 |
Salah satu gejala covid adalah mual foto dari Kompas.com |
Pernah terlewat satu pagi aku tidak mengirim WA ke Mbak Yuli, waktu itu genap 2 minggu suhu tubuhnya selalu tinggi, tiba-tiba ada WA masuk di HP-ku :
Mbak Yuli : Dek, aku ngga kuat, aku opname di Rumah Sakit HER**** Banyumanik
Aku : Ya Alloh, yang sabar ya mbak ... sekarang sudah diinfus?
Mbak Yuli : Belum dek, belum ditangani dokter, padahal sudah dari pagi aku disini
(Subhanalloh, bisa kubayangkan betapa sibuknya Rumah Sakit di seluruh Indonesia menangani pasien COVID sehingga pasien penyakit lain kurang tertangani)
Aku : Yang sabar ya mbak, dibawa dzikir buat mengurangi rasa sakit dan mualnya
Mbak Yuli : Insya Alloh aku dzikir terus dek. Ini lagi nunggu kamar, ada yang mau keluar
Aku : Alhamdulillah
Lega rasanya mengetahui kabarnya, Mbak Yuli sudah bisa istirahat di kamar di Rumah Sakit. Paling tidak dia bisa mendapatkan infus dan pasti akan dimasukkan obat untuk mengurangi rasa mualnya.
Alhamdulillah, Alloh swt sembuhkan sakitnya dalam semalam ... Besok harinya Mbak Yuli dibolehkan pulang.
Aku sengaja tidak mengirim WA hari itu. Mbak Yuli pasti sedang istirahat di rumah supaya segera pulih kesehatannya.
Besok harinya, aku WA lagi untuk menanyakan kondisinya, berharap sudah lebih baik dan sehat kembali.
"Aku kena COVID dek, setelah pulang dari RS aku test SWAB."
WA balasan dari Mbak Yuli membuat aku shock, walaupun banyak yang sudah tertular virus ini, tapi baru Mbak Yuli orang terdekatku yang mengalaminya. Aku hanya bisa mendoakan kesembuhannya dan memberi support supaya dia tenang dan tetap semangat, untuk melawan virusnya. Sedihnya, Mbak Yuli tidak sendirian, dia bersama suaminya Mas Wiwin dan anaknya yang paling kecil Dek Ayi juga terpapar Covid.
Mereka dirawat di Rumah Sakit rujukan di Semarang. Alhamdulillah, Mbak Yuli selalu mengabarkan hal baik selama di Rumah Sakit. Pelayanan Rumah Sakit yang memuaskan, makanannya enak bergizi dan mereka bertiga berada dalam satu ruangan yang sama. Walaupun masih menyimpan kekhawatiran yang besar, hal itu bisa mengurangi rasa sakit dan ketakutannya.
Setelah 3 hari dirawat, mereka bertiga harus kembali melakukan test SWAB. Aku terus memantau lewat WA. Test dilakukan pagi hari, sore hari hasilnya sudah bisa diketahui.
Aku : Mbak, hasil testnya sudah keluar?
Mbak Yuli : Sudah dek. Qodarulloh, alhamdulillah Dek Ayi sudah negatif, tapi aku sama Mas Wiwin masih positif. Dek Ayi besok sudah boleh pulang. Aku khawatir sama Mas Wiwin dek, dia kan punya sakit diabetes. Aku jadi tiba-tiba demam, aku minumin parasetamol
Aku : Jangan stress mbak, yang tenang ya ... Insya Alloh semuanya baik-baik saja...
Mbak Yuli : Aamiin ...
Aku : Kapan di SWAB lagi mbak?
Mbak Yuli : 3 hari lagi dek
Aku : Semoga sudah negatif ya ...
Mbak Yuli : Aamiin ... Matur nuwun ya dek
Aku : Sama-sama mbak
Tidak ada hari aku lewatkan tanpa ku-WA Mbak Yuli. Hingga sampai hari ke 3 setelah test SWAB kemarin.
Aku : Mbak, sudah test hari ini?
Mbak Yuli : Sudah dek, hasilnya nanti sore baru keluar
Kutunggu sore hari. Setelah sholat ashar kembali ku-WA Mbak Yuli
Aku : Sudah keluar mbak hasil testnya?
Mbak Yuli : Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah ... ya Alloh dek, Alhamdulillah aku sama Mas Wiwin sudah negatif COVID. Terima kasih supportnya ya
(Alhamdulillah ya Alloh, lega sekali membaca WA dari Mbak Yuli kali ini)
Aku : Alhamdulillah, ya Alloh senengnya ... semoga Alloh sembuhkan sakitnya tanpa mendatangkan sakit yang lain lagi dan sakitnya menjadi penggugur dosa ya ...
Mbak Yuli : Aamiin ... Aamiin ... Aamiin Yaa Alloh ...
2 Minggu lebih Mbak Yuli menahan sakit disertai demam yang tinggi. COVID itu nyata dan berbahaya. Kenapa masih banyak yang tidak mengindahkan aturan dan menyepelekan protokol kesehatan yang seharusnya sangat mudah untuk ditaati. Astaghfirulloh, ampuni kami ya Alloh.
 |
Gejala baru covid, foto dari Solopos.com
|